Rabu, 30 November 2011

TUHAN TELAH MATI ..



(entah kenapa, tiba-tiba ingat kembali pada puisi ini…)
saat nongkrong di simpang gelong,
aku liat orang berwajah putih nyebrang
pakaiannya serba putih terlambai tertiup angin petang
dan si surya pergi ke barat ingin cepat pulang
wajahnya sayu dengan senyum kuyu
aku menyapa basa basi sambil lalu
“apa kabar pak tua?”
dia berhenti dan menatap padaku
bola matanya buatku merinding; hijau
“kabar duka” jawabnya pendek
“apa yang terjadi? memang bapak siapa?”
“aku adalah malaikat” ucapnya masih dengan suara serak
aku tertawa, tertawa lepas tak peduli ada di depannya
orang gila yang sedang mabuk!
“dari mana wahai engkau malaikat? apa kabar Tuhan hari ini?” celotehku
“Tuhan telah mati”
“Tuhan mati? Sang Awal dan Sang Akhir telah mati?” terbahak aku
orang mabuk dan gila!
“kenapa engkau tertawa wahai anak muda? aku baru saja dari acara penguburan Tuhan!”
aku diam, sementara gelap telah mencengkram
angin malam mulai mendingin
lampu-lampu kendaraan berseliweran buram
“pak tua, kau kualat. Dia adalah Tuhan. Dia bukan makhluk namun Dia adalah penguasa makhluk. Kekal adalah sifat-Nya tak terbantahkan!”
“pak tua, kau kualat! kau benar-benar kualat! cepatlah bertobat,
dan kau bukan malaikat, kau sekadar orang gila yang tengah mabuk berat”
orang pucat itu menatapku erat
mata hijaunya membesar buatku takut
tapi dia bercanda dengan Tuhan buat marahku larut
“anak muda kenapa engkau tak percaya padaku?”
Suaranya pelan tetap serak
Apakah ada kesedihan di situ?
Bulan sabit malu-malu tertutp awan ditemani bintang berserak
“bagaimana aku bisa percaya padamu wahai malaikat penipu?”
“aku baru saja dari pemakaman Tuhan!” kini suaranya mengeras
“aku tak percaya, kau orang gila yang teler berat!” sanggahku tegas
“aku bukan penipu dan bukan orang gila atau tengah mabuk. Aku malaikat!”
“cobalah terangkan padaku wahai malaikat tua; kapan dan di mana Tuhan di makamkan. Dan bagaimana Tuhan bisa mati?” aku mengalah pada orang gila yang mabuk
(semoga aku tak ikutan gila serta mabuk pula)
Mulailah ia bercerita,
“aku baru saja berjalan-jalan menyusuri bumi,
Aku lihat orang-orang beribadah di mal-mal,
Aku lihat orang-rang rukuk di lantai dansa,
Aku lihat orang-orang sujud pada harta,
Aku lihat orang-orang menghamba pada manusia,
Aku lihat orang-orang telah mengganti kitab suci dengan televisi,
Aku pun mendengar mereka mengaji dengan ayat-ayat yang tak pernah aku sampaikan pada rasul yang agung 14 abad yang lalu,
Dan mereka mulai berzikir untuk mengagungkan materi,
Tuhan telah mati….. Tuhan telah mati….”
Malam semakin gelap dan angin mulai menembus singlet
Dua muda-mudi lalu di depan kami,
Berjalan santai saling berdekap erat seolah ingin melawan dingin
Pak tua bermata hijau itu melanjutkan ceritanya,
Suara serak kini makin mengeras,
“mereka usung keranda yang berisi Tuhan dalam balutan kealiman saat menjalankan larangan Tuhan,
Kau tahu,
aku mendengar sekelompok orang bicarakan BT di teras masjid usai sholat magrib!
Mereka tengah mengusung-Nya….. mereka adalah pengusung keranda itu!”
Kalimat terakhir dilafaskannya dengan lengkingan keras
“lalu mereka mengubur Tuhan dalam diskusi yang berisi Tuhan itu ada di mana-mana!
Hingga tak ada lagi yang Esa
Engkau tahu wahai anak muda,
Dia adalah satu, tak beranak dan tidak diperanakkan,
Tak ada satu pun yang menyerupai-Nya!”
Aku diam seribu bahasa,
Orang ini gila dan tengah mabuk,
Benarkah?
Lampu-lampu kota membuat malam menjadi siang
Cahaya bulan tak mempan melawan sinarnya
Pak tua itu pergi melayang meninggalkan simpang gelong
“Tuhan bisa mati” ingatnya!


ya Rabb…..ampunilah hamba-Mu yang hina dan lemah ini,
dan kuatkanlah imanku hingga Engkau tak mati dalam diriku yang rapuh ini,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar